Pengalaman Sembuh dari TBC dengan Pengobatan 6 Bulan

Oktober 28, 2020

Halo. Lama sekali nggak menulis blog ya. Kali ini saya mau cerita sedikit tentang pengalaman sembuh dari TBC. Jadi, saya merasakan gejala TBC itu di awal tahun 2020. Waktu itu, saya habis cabut gigi untuk keperluan perawatan kawat gigi.

Setelah cabut gigi, otomatis saya jadi jarang makan, makannya cuma sedikit. Mungkin, ini juga yang jadi salah satu penyebab sistem imun melemah. 

Kebetulan, sebelum cabut gigi, saya sudah merasakan batuk ringan juga. Setelah cabut gigi, ternyata batuk nggak sembuh-sembuh. Sampai Maret malah batuknya makin berdahak. Dahak berwarnya kehijauan. 

Ini adalah gejala batuk terparah yang pernah saya rasakan. Batuknya bikin kegiatan sehari-hari nggak nyaman. Dahaknya berasa menghambat tenggorokan. Saya sendiri sebelumya jarang banget batuk. Kayaknya, terakhir batuk itu waktu masih kecil. 

Selama batuk, nggak ada gejala lain yang serius banget. Tidak ada demam, pusing. Hanya saja, tubuh rasanya lemas dan rasanya dada capek aja kelamaan batuk. 

Karena tidak kunjung sembuh, saya periksa diri ke puskesmas. Lagi zamannya awal pandemi corona pas itu, jadi buat jaga-jaga aja. Dokternya baik, alhamdulillah. Puskesmasnya juga oke ternyata. Kaget waktu itu karena nggak disuruh membayar sama sekali. Rupanya, emang pengobatan TBC itu ditanggung oleh pemerintah. 

Sama dokternya, saya dikasih cepuk alias wadah untuk menuangkan dahak. Dahak disetorkan ke puskesmas keesokan harinya. Jujur, susah sekali untuk mengeluarkan dahak. Sehingga, saya hanya menyetor dahak seadanya dan sebisanya. 

Seminggu kemudian, muncul hasilnya. BTA negatif, tapi bakteri TBC-nya terdeteksi low. Karena itu, saya diwajibkan meminum obat TBC selama 6 bulan. Jadi, 2 bulan itu fase intensif pengobatan. Setiap hari minum 3 pil. Setelah 2 bulan selesai, baru hanya meminum obat 3 pil seminggu 3 kali. 

Sebenernya, waktu dikasih tau kalau positif, saya shock berat sampai nangis di tempat. Waktu itu juga masih harus bekerja di kantor (pakai masker). Di kantor pun saya tetep menangis, udah nggak tau malu deh pokoknya. Selama beberapa hari, saya merasa hancur. Heran, kenapa saya bisa terkena penyakit TBC. Apa gaya hidup saya kurang sehat? Kenapa harus saya? Rasanya seperti malu dengan diri sendiri dan marah karena kurang bisa jaga diri. Menyesal karena mungkin saya kurang jaga kebersihan. Menangis kalau ingat harus minum obat selama 6 bulan lamanya. Saya juga merasa marah kalau ada orang sekitar yang batuk-batuk. Pikir saya, mungkin saja mereka menularkan batuknya pada saya.

Tapi, saya berterima kasih banget dengan puskesmasnya. Di situ ada psikolog khusus yang ngasih semangat untuk saya waktu menangis. Ada ahli gizinya juga yang ngasih tau makanan apa yang harus saya makan agar cepat sembuh.

Waktu itu pas bulan Maret emang lagi zamannya awal-awal wabah corona. Positifnya, saya nggak perlu ijin sakit untuk istirahat di rumah. Kantor saya memberlakukan Work from Home. Karena itu, beruntungnya saya bisa bekerja di rumah sembari beristirahat. 

Dalam masa penyembuhan itu, saya banyak banget makan. Disarankan dokter untuk memakan asupan protein lebih banyak lagi. Misalnya, kalo terbiasa makan lauk daging ayam sebanyak 1 daging, sekarang jadi 2 daging gitu. Makan nasi itu 3 kali sehari. Terus, dibarengi juga dengan minum susu dancow 3 kali. 

Alhamdulillah selama pengobatan 6 bulan, berat badan saya naik. Tadinya 43 kg menjadi 50 kg. Berat badan naik ini kata dokter di puskesmas jadi salah satu indikator kesembuhan. Saya bangga dengan diri sendiri karena mampu menjalani pengobatan 6 bulan dengan sabar dan konsisten. Waktu terasa cepat berlalu. Apalagi, saat itu saya banyak menghabiskan waktu di rumah karena pandemi corona.

Sampai akhirnya waktu tes dahak terakhir, saya dinyatakan sembuh. Meskipun, bener-bener susah banget mau mengeluarkan dahak karena sudah sembuh otomatis dahak nggak mau keluar. 

TBC itu bener-bener membuat saya belajar untuk konsisten dan menjaga diri sendiri. Dari pengalaman ini pun, saya lebih berhati-hati kalau keluar rumah. Lebih baik memakai masker ketika keluar rumah dan bertemu banyak orang. Saya benar-benar sedih waktu awal sakit. Tapi, sekarang benar-benar bersyukur sudah diberi kesehatan lagi. 

Mari jaga kesehatan diri dan lingkungan, bro and sis. Kesehatan itu mahal sekali harganya. Syukuri dan jaga diri yuk. Semoga kita semua selalu diberi kesehatan ya, guys.

You Might Also Like

3 komentar

  1. Gk ad kendala minum obat sis... Kan efekny kbykn bikin gk nafsu makan..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Awalnya efek obatnya kayak keras gitu, bikin lemes dan mual. Tapi kalo aku tetep bisa nafsu makan, emang dasarnya doyan makan hoho..

      Hapus
  2. Gk ada efek berarti, kak? Saya terus terang sedang menjalani obat jalan 6 bulan. Ini sudah masuk minggu ke-6. Atau mau 2 bulan. Tapi efeknya ada asam urat, rambut gk tumbuh/rontok sedikit, dan gatal hebat. Jadi yang disuruh makan banyak malah dibatesin karena ada asam uratnya.

    BalasHapus

Hubungi Kami

Nama

Email *

Pesan *

Tulisan Terpopuler

Review Herborist Aloe Vera Gel 98%, Melembapkan dan Menyegarkan

Setelah aloe vera gel dari Nature Republic booming, nggak lama kemudian banyak brand lain yang mengeluarkan aloe vera gel, salah sat...